PENATALAKSANAAN
FISIOTERAPI PADA
OSTEOARTHRITIS
KNEE DEXTRA
DI RSUD
Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
Penyusun :
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Edited By
:
SMA
NEGERI 12 MAKASSAR
LEMBAR
PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama
: Drs. Abbas pandi
Jabatan
: Kepala Sekolah SMA Negeri 12 Makassar
2.
Nama
: Dra. Herlina Sulaiman
Jabatan
: Guru Mulok SMA Negeri 12 Makassar
Menerangkan bahwa
Penyusun :
- Wahyuni, S.St.Ft., SKM
- Andry Ariyanto, S.St.Ft
- Yoni Rustiana, S.St.Ft
Pengedit:
·
Willy Nesriel Liandar
Kelas
: XII IPA 3
Sekolah : SMA Negeri 12 Makassar
Menyatakan bahwa siswa tersebut di
atas telah menyusun, memperbaiki dan menyelesaikan suatu karya tulis yang
berjudul PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
PADAOSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRADI RSUD Dr. SARDJITO YOGYAKARTA, yang
disusun oleh Wahyuni, S.St.Ft, SKMAndry Ariyanto, S.St.Ft Yoni Rustiana,
S.St.Ft UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Demikian pengesahan ini dibuat untuk
dapat dipergunakan sebagaimana perlunya.
Makassar,
8 Maret 2011
Kepala SMA Negeri 12
Makassar
Guru Pembimbing
Drs. Abbas Pandi.MA
Dra. Herlina Sulaiman
NIP. 19541231 198303 1
231
NIP. 1921018 198603 2 012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih memberi saya
kesehatan untuk menyelesaikan pengeditan tugas KARYA TULIS ILMIAH
ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Adapun judul Karya Tulis Ilmiah
ini adalah :
“PENATALAKSANAAN
FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHRITIS
KNEE
DEXTRA DI RSUD Dr. SARDJITO YOGYAKARTA”.
Dalampengeditan Karya Tulis Ilmiah
ini tidak terlepas bantuan dan dorongan serta
bimbingan dan
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan
ini saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Herlina Sulaiman
selaku Guru Pembimbing Mata Pelajaran ini
2. teman-teman XII IPA 3
3. Semua pihak
yang langsung maupun tidak langsung ikut
membantu dalam
menyelesaikan karya tulis ini.
Akhir kata saya
berharap semoga hasil pengeditan Karya Tulis Ilmiah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan saya mohon maaf bila dalam
pengeditan ini terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu saran dan
kritik sangat saya harapkan.
Makassar ,
Januari 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
RINGKASAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C.
Tujuan
D. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi, Fisiologi,
dan Biomekanik Regio Lutut
B. Patologi
C. Objek yang dibahas
D. Modalitas Fisioterapi
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
B. Kasus Terpilih
C. Instrumen Penelitian
D. Kerangka pikir
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN
SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Osteoarthritis merupakan penyakit
sendi degeneratif yaitu suatu kelainan pada kartilago (tulang
rawan sendi) yang ditandai dengan perubahan
klinis, histologis dan radiologist. Penyakit ini
bersifat asimetris tidak meradang dan tidak ada komponen
sistemik. Osteoarthritis juga merupakan gangguan kartilago
articularis yang secara simultan ditemukan
perubahan cartilage hyalin, tulang subchondral dan tulang
daisekitar sendi (Hudaya, 1996).
Penyakit ini tergolong
penyakit sendi degeneratif sangat sering dijumpai
dan telah diketahui sejak ±5000 tahun
yang lalu. Sehingga banyak istilah yang diberikan
pada penyakit ini. Mula-mula penyakit ini disebut osteoarthritis karena
semula suatu radang teryata setelah diteliti
secara primer tidak didapati adanya tanda-tanda
radang baik akut atau kronis, karena
itu kemudian diusulkan nama Osteoarthrosis (Hudaya,
1996).
Osteoarthritis (OA)
paling sering menyerang mereka yang sudah lanjut
usia, terutama diatas 40 tahun. Sekitar 50% penderita OA mengalami
perubahan radiologist namun hanya separuhnya yang terdapat gejala-gejala (Moll,
1992). Osteoarthritis menyerang pria dan wanita, tapi lebih
banyak wanita yang menderita penyakit ini dalam
stadium sedang sampai berat. Di Amerika angka kejadian
OA 15% terjadi pada wanita dewasa dan 11% terjadi pada pria dewasa, paling
banyak terjadi pada usia 55 tahun. Di Inggris angka kejadian kurang lebih 50%
pada usaia diatas 60 tahun. Sedangkan pada wanita Indonesia yang berumur
dibawah 40 tahun hanya 2% menderita OA, 30% pada wanita usia 40-60
tahun dan 60% para wanita usia lebih dari 61 tahun (Kalim, 1995).
Sendi yang paling sering mengalami gangguan
adalah sendi yang menanggung berat badan seperti lutut 70%,
panggul 25% pergelangan kaki 20% vertebra 30%, cervical
20%, bahu 15%, serta sendi-sendi
pergelamgan tangan tetapi sangat jarang ditemui (Moll, 1992).
Mengingat pentingnya fungsi dari
sendi lutut, maka penanganan OA pada lutut harus diusahakan seoptimal mungkin,
dengan lebih dulu memahami keluhan-
keluhan yang
ditimbulkan OA pada lutut tersebut. OA
pada lutut dapat menimbulkan gangguan kapasitas fisik yang berupa :
(1) Adanya nyeri pada lutut baik nyeri diam, tekan, ataupun gerak, (2) Adanya
keterbatasn lingkup gerak sendi karena nyeri, (3) Adanya spasme, penurunan
kekuatan otot dan odema. Sedangkan gangguan fungsionalnya
berupa: (1) Adanya gangguan aktifitas jongkok
berdiri terutama saat toileting, (2) Kesulitan untuk
naik turun tangga terutama saat menekuk dan
menapak, (3) Berjalan jauh serta mengalami
gangguan untuk aktifitas sholat terutama untuk duduk antara
dua sujud, serta berdiri lama (Depkes RI, 2000).
Selain alat terapi
dengan SWD fisioterapi juga menggunakan Terapi
Latihan (TL). Pada kondisi Osteoarthritis knee
apabila dilakukan secara teratur dapat mengurangi
nyeri pada sendi lutut, mengurangi spasme,
mencegah kontraktur, meningkatkan kekuatan otot dan LGS serta odema
(Sujatno,1993). Menurut Melzak dan Wall
pengurangan nyeri spasme dan keterbatasan lingkup
gerak sendi (LGS) lutut dengan latihan
yang teratur dengan dosis yang sesuai.
Teknik gerakan dan fiksasi yang benar dapat
menyeimbangkan aktifitas antara otot fleksor dan ekstensor
lutut. Pemberian terapi latihan secara aktif akan berpengaruh
terhadap otot, sendi dan tulang. Sehingga
terjadi pumping action pada sendi lutut.
Dengan adanya pumping action akan meningkatkan
sirkulasi darah, curah jantung meningkat dan metabolisme meningkat. Dalam
hal ini akan memberikan efek sedative (penanganan,
dimana dalam proses mengurangi nyeri terjadi pembuangan
zat-zat “P” yaitu zat yang menyebabkan
nyeri) sehimgga nyeri akan berkurang. Spasme
akan berkurang, lingkup gerak sendi meningkat dan
mencegah terjadinya kontraktur dengan demikian
akan mengembalikan aktifitas penderita seperti semula (Nelson,
1991).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah SWD, Ultra Sonic
(US) dan Terapi Latihan dapat mengurangi nyeri diam, tekan, gerak pada kondisi
Osteoarthritis knee dextra?
2. Apakah SWD,
Ultra Sonic (US), dan Terapi Latihan
dapat mengurangi spasme pada kondisi osteoarthritis knee dextra?
3. Apakah terapi
latihan dapat meningkatkan lingkup gerak
sendi (LGS) dan menurunkan odema pada kondisi osteoarthritis knee
dextra?
4. Apakah terapi
latihan dapat meningkatkan kekuatan otot
pada kondisi osteoarthritis knee dextra?
5. Apakah SWD, Ultra
Sonic (US) dan Terapi Latihan dapat
peningkatan aktifitas fungsional seperti aktivitas
jongkok, berdiri, berdiri lama, dan berjalan jauh pada
kondisi osteoarthritis knee dextra?
C. TUJUAN PENELITIAN
a. Mengetahui manfaat
SWD, US, dan terapi latihan dalam
mengurangi nyeri dan spasme otot.
b. Mengetahui manfaat terapi
latihan dalam meningkatkan LGS dan mengurangi oedem.
c. Mengetahui manfaat
terapi latihan dalam meningkatkan LGS dan mengurangi oedem.
d. Mengetahui manfaat
SWD, US, dan terapi latihan dalam pengaruh
terhadap
peningkatan kemampuan aktivitas
fungsional, misal: aktivitas jongkok, sholat
terutama ruku’ dan duduk antara dua
sujud, berdiri lama dan berjalan jauh.
D. MANFAAT
1. Bagi penulis : Dapat lebih
dalam mengenal OA lutut sehingga dapat menjadi bekal untuk penulis setelah
lulus.
2. Bagi masyarakat :
Dapat memberikan informasi yang benar
kepada pasien, keluarga, masyarakat sehingga
dapat lebuh mengenal dan mengetahui gambaran
Osteoarthritis lutut.
3. Bagi pendidik :
Memberikan informasi ilmiah bagi penelitian
mengenai OA lutut bagi peneliti selanjutnya.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
1. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi, Fisiologi,
dan Biomekanik Regio Lutut
1. Anatomi, Fisiologi Lutut
a. Tulang pembentuk sendi
lutut
Tulang yang membentuk sendi
lutut antara lain: Tulang femur distal, tibia proksimal,
tulang fibula, tulang patella.
1) Tulang femur (Tulang paha)
Tulang femur termasuk tulang panjang
yang bersendi ke atas dengan pelvis dan ke bawah dengan tulang
tibia. Tulang femur terdiri dari epiphysis proksimal, diaphysis
dan epiphysis distalis. Pada tulang femur
ini yang berfungsi dalam persendian lutut adalah
epiphysis distalis. Epiphysis distalis merupakan
bulatan sepanjang yang disebut condylus femoralis
lateralis dan medialis. Di bagian proksimal
tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan
kecil yang disebut epicondylus lateralis dan
medialis.Pandangan dari depan, terdapat dataran sendi
yang melebar ke lateral yang disebut
facies patellaris yang nantinya bersendi dengan
tulang patella. Dan pandangan dari belakang, diantara condylus
lateralis dan medialis terdapat cekungan
yang disebut fossa intercondyloideal (Aswin, 1989).
2) Tulang patella (Tulang
tempurung lutut)
Tulang patella
merupakan tulang dengan bentuk segitiga
pipih dengan apeks menghadap ke arah
distal. Pada permukaan depan kasar sedangkan
permukaan dalam atau dorsal memiliki permukaan sendi yaitu facies
articularis medialis yang sempit (Aswin, 1989).
3) Tulang Tibia (Tulang
kering)
Tulang tibia terdiri dari epiphysis
proxsimalis, diaphysis, epiphysis diatalis. Epiphysis proxsimalis
pada tulang tibia terdiri dari dua
bulatan yang disebut
condylus lateralis dan condylus
medialis yang atasnya terdapat dataran sendi yang disebut facies
artikularis lateralis dan medialis yang
dipisahkan oleh ementio intercondyolidea. Lutut
merupakan sendi yang bentuknya dapat
dikatakan tidak ada kesusaian bentuk, kedua
condylus dari femur secara bersama-sama membentuk
sejenis katrol (troclea), sebaliknya dataran
tibia tidak rata permukaannya, ketidaksesuaian
ini dikompensasikan oleh bentuk meniscus (Aswin, 1989).
Hubungan - hubungan antara tulang tersebut menbentuk suatu
sendi yaitu: antara tulang femur dan patella
disebut articulation patella femorale, hubungan antara
tibia dan femur disebut articulatio tibia femorale. Yang secara keseluruhan
dapat dikatakan sebagai sendi lutut atau knee joint.
4) Tulang fibula
Tulang fibula ini
berbentuk kecil panjang, terletak di
sebelah lateral dari tibia juga terdiri
dari tiga bagian yaitu: epiphysis proximal,
diaphysis, dan epiphysis distalis. Epiphysis proximalis membulat
disebut capitulum fibula yang ke proximal meruncing menjadi
apex capitulis fibula. Pada capitulum
terdapat dua dataran yang disebut facies articularis capituli
fibula untuk bersendi dengan tibia. Diaphysis mempunyai empat crista lateralis,
crista medialis, crista lateralis dan facies posterior. Epiphysis distalis ke
arah lateral membulat disebut malleolus lateralis (mata kaki luar) (Aswin,
1989)
B. Patologi
1. Etiologi
Pada umumnya
disepakati bahwa etiologi yang pasti dari
OA tidak diketahui. Namun beberapa faktor
yang disebut-sebut mempunyai peranan atas timbulnya OA antara
lain:
a. Umur
OA umumnya terjadi
pada usia lanjut, namun belum jelas
benar apakah OA memang terjadi sebagai konsekwensi dari proses penuaan
(Isbagio, 2001).
b. Obesitas
Hubungan antara
obesitas dan OA masih tetap membingungkan, karena OA
sering ditemukan juga pada sendi yang
tidak menahan beban. Sebaliknya sendi pergelangan
kaki yang merupakan sendi penahan beban
(weight bearing joint) biasanya bebas dari kelainan ini (Hudaya, 1996).
c. Aktifitas fisik dan
kerusakan sendi sebelumnya
Seseorang yang
sangat banyak melakukan aktifitas fisik dan
sering mengalami trauma yang berulang (misal:
para olahragawan) mempunyai resiko yang tinggi untuk terkena OA (Isbagio,
2001).
d. Faktor genetik (herediter)
Mungkin ada hubungannya dengan
defek pembentukan serabut collagen, defek pembentukan
proteoglicane atau hiperaktivitas chondrocyte, yang
kesemuanya mempermudah timbulnya kerusakan sendi (Hudaya,1996).
e. Faktor hormoral atau
penyakit metabolik
Hal ini sering
dihubungkan dengan kenyataan bahwa OA
sering terjadi pada penderita diabetes mellitus (Isbagio, 2001).
f. Faktor makanan
Memakan makanan yang mengandung
furasium sporotic hiella.
g. Penyakit endokrin
Pada hipotiroidisme
terjadi produksi air dan garam-garam proteoglikan
yang berlebihan pada seluruh jaringan
penyokong, sehingga akan merusak sifat
fisik rawan sendi, ligament, tendon,
synovial dan kulit pada diabeties meillitus, glukusa
akan menyebabkan produksi proteoglikan menurun (Soepratiman, 1987).
h. Jenis kelamin
Sebelu usia 40
tahun kemungkinan laki-laki maupun perempuan yang
terkena penyakit ini sama. Namun setelah menopause frekuensi OA meningkatkan
pada perempuan (Setiyawan, 2001). Faktor-faktor tersebut di
atas secara bersama-sama akan menimbulkan faktor
predis posisi umum yang kemudian ditambah
dengan faktor-faktor biomekanik lokal dari sendi
yang bersangkutan, khususnya biomekanik rawan sendi,
akan menyebabkan timbulnya proses OA.
2. Perubahan patologi
Dalam perubahan patologis dalam
kasus OA ada yang akut dan kronis. Di mana pengertian dari
akut adalah suatu kondisi yang terjadi
saat itu atau yang terjadi suatu gejala
kurang dari 2X/24 jam dan diawali
dengan pembengkakan. Sedangkan pada kondisi
kronis adalah suatu kondisi yang terjadi
setelah masa akut atau setelah gejala 2X/24 jam. Pada kondisi OA terjadi
perubahan local pada
kartilago (tulang
rawan) dimana kartilago yang mengalami
degenerasi akantampak suram, tidak kenyal dan rapuh. Di sekitar sendi
dibentuk tulang baru yang sering kali menyerupai duri
disebut osteopyte atau spur atau taji
yang sifatnya lebih rapuh dari tulang aslinya (Hudaya,1996). Pada
aktivitas normal, robekan tulang rawan sendi lama baru terjadi. Pada tingkat
awal OA ditandai dengan timbulnya perubahan lokal pada cartilage yang
berupa timbulnya bila akibat adanya
penambahan jumlah air setempat. Akibat
adanya penambahan jumlah air ini, akan menyebabkan serabut collagen setempat
terputus-putus dan proteoglican mengalami pembengkakan (Hudaya, 1996).
Pada tingkat selanjutnya, akan terjadi perubahan air dan
proteoglican dan tercerai-cerai, sehingga struktur
normal tulang rawan sendi rusak. Kemudian kerusakan
diperluas, hal ini akan terus berlangsung dan
akhirnya seluruh tulang rawan sendi akan rusak (Hudaya, 1996).
C. Objek yang Dibahas
Di kita akan membahas masalah
yang terjadi pada osteoarthrosis knee dextra.
1. Nyeri
a. Definisi
Nyeri adalah suatu
pengalaman sensorik emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan jaringan yang rusak atau jaringan yang
cenderung rusak (Widiastuti, 1991).
b. Macam-macam nyeri
Macam-macam nyeri
dilihat dari sumber penyebab nyeri antara
lain:
1) nyeri neuromuscolosceletal non
neurogenik yang dirasakan pada anggota gerak yang timbul
akibat proses patologik jaringan yang
diliengkapi serabut
nyeri.
2) Nyeri
neuromuscolo societal neurogenik yaitu nyeri
akibat iritasi langsung terhadap sensoris perifer dengan ciri khas
nyeri menjalar sepanjang kawasan distal saraf yang bersangkutan dan penjalaran
nyeri tersebut berpangkal pada bagian saraf yang
mengalami iritasi. 3) nyeri ridiculer yaitu
nyeri yang timbul akibat adanya iritasi
pada serabut sensorik dibagian radiks posterior
maupun saraf spinal (Sidharta, 1999)
c. Pengukuran derajat
Nyeri
Nyeri dapat diukur dengan berbagai
skala adalah skala VAS, VDS, Skala 5 tingkat yaitu berjalan 15 meter, jongkok
berdiri, toileting, naik dan turun tangga. Penulis melakukan
pemeriksaan derajat nyeri dengan menggunakan
skala VAS (Visual Analog Scale) yaitu cara
pengukuran derajat nyeri dengan menunjukkan satu
titik pada garis skala (0 -
10). Cara penulisan
nyeri dengan
skala VAS yaitu: Salah
satu ujung menunjukkan tidak nyeri dan
ujung yang lain menunjukkan nyeri yang hebat. Panjang garris mulai
dari titik tidak nyeri sampai titik yang menunjukkan besarnynya nyeri.
2. LGS (Lingkup Gerak
Sendi)
Lingkup Gerak Sendi adalah luas
lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu sendi (DP3fT). Alat ukur
yang digunakan adalah goneometer. Posisi awal biasanya
posisi anatomi yang disebut NZSP (Neutral
Zero Starting Position). Pengukuran LGS dilakukan
pada tiga bidang gerak dasar, yaitu:
a Bidang Sagital (S) untuk
gerak flexi dan extensi
b Bidan Frontal (F) untuk
gerakan abduksi - adduksi dan side flexi
c Bidang Transversal (T) untuk
gerakan horizontal abduksi - adduksi
LGS yang diukur
pada sendi lutut hanya pada bidang
frontal. Diukur sesuai dengan ISOM (International
Standar Orthopedic Measurement). penulisan menggunakan
system SFTR dengan tiga kelompok angka mulai
dari extensi (semua gerakan yang menjauhi
tubuh) ditulis pertama posisi awal dituliskan ditengah.
Flexi (semua garakan yang mendekati tubuh) ditulis terakhir. Semua gerajkan
diukur dari posisi awal/anatomis (Creapy, 1994).
3. Antropometri (pengukur
lingkar segmen tubuh)
Pengukuran lingkar
segmen sangat penting artinya dalam pemeriksaan
fisioterapi. Dengan mengukur lingkar angota gerak
kita bisa mengetahui adanya atropi otot, odema
dan lainnya. Alat ukur yang digunakan Mid
line (meteran). Pelaksanaan pengukuran lingkar anggota gerak ini
menggunakan patokan-patokan tertentu. Pada kasus OA
sendi lutut patokan dimulai dari
tuberositas tibia (kemudian ukur 5 cm diatas tuberositas
tibia,10 cm diatas tuberositas tibia, 5 cm dibawah tuberasitas
tibia, 10 cm dibawah tuberositas tibia (Creapy, 1994).
4. Kemampuan Fugsional dengan
skala Jette
Untuk menilai kemampuan bangkit dari
posisi duduk, berjalan (15 m) dan naik tangga, dapat
digunakan indeks status fungsional jette
(modifikasi fisher)
(Jette AM, 1980). Indeks
ini pertama kali digunakan dalam The
Pilot Geriatric Arthiris Program, Wilconsin USA tahun
1977 berdasarkan indeks ini, status fungsional
mempunyai tiga dimensi yang saling berkaitan yaitu: (1) Nyeri, derajat nyeri
saat melakukan aktifitas terdiri dari 1 = tidak nyeri, 2 = nyeri, 3
= nyeri sedang, 4 = sangat nyeri, (2) Kesulitan,
derajat kesukaran untuk melakukan aktifitas, terdiri
dari 1 = sangat mudah, 2 = agak mudah, 3 = tidak mudah tetapi juga tidak sulit,
4 = agak sulit, 5 = sangat sulit,
(3) Ketergantungan, derajat ketergantungan seseorang untuk
melakukan aktifitas terdiri dari 1 = tanpa bantuan, 2 =
bantuan alat, 3 = butuh bantuan orang, 4 = butuh bantuan alat dan
orang, 5 = tidak dapat melakukan aktifitas (Parjanto, 2000).
5. MMT (Manual Muscule
Testing)
MMT adalah suatu usaha untuk
menentukan atau mengetahui kemampuan seseorang dalam
mengontraksikan otot atau grup secara voluntary.
Untuk pemeriksaan MMT ini dengan system
manual yaitu dengan cara terapis memberikan
tahanan kepada pasien dari pasien disuruh
melawan tahanan dari terapis dan saat itu
terapis menilai sesuai dengan criteria
nilai kekuatan otot (Sujatno et al., 1993).
KERANGKA PIKIR
BAB
3
METODE
PENELITIAN
3.1 Materi penelitian
Osteoarthritis merupakan penyakit
sendi degeneratif yaitu suatu kelainan pada kartilago (tulang
rawan sendi) yang ditandai dengan perubahan
klinis, histologis dan radiologist
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
deskriktif. Deskriktif adalah salah satumetode penelitian dengan cara observasi
dan memberikan fakta secara actualdan kontekstual. Data yang diperoleh hanya
berlaku bagi tempat, waktu dan kondisipenelitian.
3.3
Teknik Pengumpulan Data
Penulisan
karya tulis ilmiah ini berawal dari studi literatur yang membahas tentang
bidang yang berhubungan dengan tujuan ditulisnya karya ilmiah ini. Studi
literatur ini didapatkan dari buku-buku, jurnal ilmiah, majalah, koran,
internet, dan sebagainya.Karya tulis ini ditulis dan dibuat dengan menggunakan
aturan Bahasa Indonesia yang baku dengan tata bahasa dan ejaan yang
disempurnakan, sederhana, dan jelas.
BAB
IV
HASIL
DAN PENGAMATAN
4.1 Hasil
1. Proses Pemecahan Masalah
Fisioterapi
a. Pengkajian
Dalam pemecahan
masalah terhadap kondisi osteoarthritis genu dextra dan
beberapa kondisi lain yang mempunyai data serta gejala klinis
yang hampir sama. Sebelum melakukan tindakan
pada kondisi tersebut, maka terlebih dahulu
melaksanakan pemeriksaan yang teliti melalui prosedur
yang benar.
1) Anamnesis
Merupakan pengumpulan data
dengan jalan tanya jawab antara terapis
dengan pasien. Anamnesis atau tanya jawab
tentang identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
pekerjaan) serta hal-hal yang berkaitan dengan
keadaan atau penyakit penderita seperti keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat keluarga, dan riwayat
pribadi yang ada hubungannya dengan
penyakit pasien. Dilihat dari segi
pelaksanaannya anamnesis ada dua macam, yaitu auto anamnesis
dan hetero anamnesis.
a) Identitas
Didapatkan informasi:
(1) Nama: Tn Masfur, (2) Umur: 48 tahun (3) Jenis
kelamin: laki-laki (4) Agama: Islam (5) Pekerjaan: Guru
taman siswa, (6) Alamat: Miliran Mujamuju Umbohamo.
b) Keluhan utama
Merupakan keluhan penderita yang
dirasakan paling utama. Nyeri pada lutut kanan pada saat bangun
dari duduk dan saat buat menekuk.
c) Riwayat penyakit sekarang
Dinyatakan tentang
perjalanan penyakit yang diderita sekarang.
Adapun pertanyaan yang diajukan adalah
kapan mulai terjadinya, dimana lokasinya,
bagaimana terjadinya, faktor penyebabnya, faktor yang
memperingan dan memperberat, riwayat pengobatan, dan kondisi yang
dirasakan sekarang. Dua bulan yang lalu
pasien main sepak bola, saat berlari
pasien terjatuh dengan
tumpuan lutut kanan. Setelah itu merasakan sakit pada
lututnya. Setelah didiamkan selama 1 hari
pasien merasakan kaki kanannya seperti mati
rasa. Setelah itu pasien istirahat selama 2
minggu setelah sakit berkurang pasien pergi
ke
rumah sakit baroneus dan diperiksa
dan dilakukan foto rontgen dan disarankan untuk datang ke fisioterapi.
d) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu harus
mencakup penjelasan tentang semua penyakit dan tindakan
pembedahan atau operasi masa lain. Tidak ada
riwayat diabetes mellitus dan hipertensi.
Pasien tidak pernah mengalami trauma jatuh.
e) Riwayat pribadi
Berisi tentang
pekerjaan atau hobby yang digemari oleh
penderita. Pasien adalah seorang guru taman
siswa yang memiliki hobi main sepak bola.
f) Riwayat
keluarga
Memberikan petunjuk
kemungkinan adanya predisposisi terhadap suatu
penyakit. Adakah pihak keluarga yang mempunyai
penyakit yang sama yang dialami oleh
penderita sekarang atau tidak. Tidak ada keluarga yang
menderita seperti itu.
g) Anamnesis sistem
Anamnesis sistem untuk
mengetahui ada tidaknya penyakit atau keluhan pada sistem
organ yang dapat menyertai keluhan. Pada kondisi ini tidak dijumpai
adanya keluhan dan kelainan pada sistem kepala dan leher,
kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinalis, urogentalis
dan nervorum. Hanya didapati pada sistem
musculoskeletal nyeri dilutut kanan, tidak ada ketengan otot kanan
atas dan bawah.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan tanda vital
Dalam pemeriksaan
vital sign ini meliputi tekanan darah, frekuensi
pernapasan, denyut nadi, suhu tubuh, tinggi
badan, dan berat badan. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa kondisi
umum penderita osteoarthritis lutut kanan adalah
baik, sehingga dimungkinkan pelaksnaan fisioterapi.
b) Inspeksi
Merupakan suatu pemeriksaan yang
dilakukan dengan cara melihat (1) kondisi umum
pasien yang meliputi keadaan umum penderita,
sikap tubuh ekspresi wajah dan bentuk badan
terjadi obesitas tidak, (2) keadaan lutut,
apakah ditemukan perubahan struktur sendi lutut
(deformitas), bengkak dan atrofi otot, (3) pola jalan, apakah ditemukan
kelainan atau pola jalan yang tidak normal atau tidak. Inspeksi ini
ada 2 macam, yaitu secara statis maupun
dinamis. Inspeksi statis adalah dengan
melihat keadaan penderita saat penderita diam,
sedangkan inspeksi dinamis adalah melihat keadaan
penderita saat penderita bergerak atau berjalan. Kondisi umum
pasien baik, tidak ada oedem pada lutut
kanan, tidak nampak perbedaan warna kulit
kedua lutut tidak nampak kesan varus dan
valgus pada lutut kanan. Pola jalan baik,
nyeri saat jongkok ke berdiri.
c) Palpasi
Pemeriksaan dilakukan dengan
cara meraba, menekan pada daerah sekitar sendi
lutut. Informasi yang dapat diperoleh dari
pemeriksaan ini adalah apakah ada nyeri tekan pada region poplitea, suhu di
sekitar lutut normal atau tidak, adanya spasme otot di sekitar lutut, dan
oedema pada sendi lutut. Adanya nyeri tekan pada lutut kanan, suhu lutut kanan
dalam batas normal, tidak ada spasme otot quadrisep dan hamstring.
d) Perkusi
Adalah suatu
pemeriksaan dengan cara mengetuk atau vibrasi untuk
mengetahui keadaan suatu rongga pada bagian tubuh. Tidak dilakukan
e) Auskultasi
Adalah suatu pemeriksaan
dengan cara mendengarkan bagian jantung atau
paru-paru dengan menggunakan stetoskop. Terdapat kripitasi
pada lutut kanan
f) Pemeriksaan gerakan dasar
Pemeriksaan gerak
dasar meliputi (1) gerak pasif dimana gerakan
dilakukan oleh terapis dan diperoleh informasi tentang LGS ada
tidaknya nyeri dan end feel, (2)
gerak aktif dimana pasien menggerakkan sendiri tanpa bantuan
terapis dan diperoleh informasi LGS secara global dan ada tidaknya nyeri,
(3) gerak aktif melawan tahanan, pada pemeriksaan ini
penderita bergerak aktif dan terapis menahan
dengan kekuatan yang sama besarnya sehingga
tidak terjadi gerakan. ada
kondisi ini tampak adanya penurunan otot fleksor
maupun ekstensor sendi lutut. (1) Gerak aktifPosisi tengkurap,
pasien mapu menggerakkan fleksiekstensi secara aktif full
ROM, tidak ada rasa nyeri. (2) Gerak pasif Posisi tengkurap
lutut kanan dapat digerakkan fleksi secara fufll ROM,
ada nyeri, end feel lunak, sedangkan ekstensi bisa digerakkan full
ROM, tidak ada nyeri, end feel lunak, ada
kripitasi.
(3) Gerak isometrik melawan
tahanan Untuk posisi tengkurap pasien mampu melawan
tahananminimal dari terapis. Ada rasa nyeri
dengan gerakan fleksi ekstensi.
g) Kemampuan fungsional dan
lingkungan aktivitas
(1) Fungsional dasar
Pasien mampu menekuk dan meluruskan
lutut kanannya, pasien mampu duduk ke berdiri dengan mandiri, pasien mampu
berjalan secara mandiri.
(2) Funsional aktifitas
Pasien mampu
melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri,
aktivitas naik turun tangga terasa nyeri
pada lutut kanan, aktivitas sholat terganggu.
(3) Lingkungan aktifitas
Lingkungan rumah
sakit: ruangan luas tidak licin, mendukuing dalam
pelaksanaan terapi dan kesembuhan pasien. Lingkungan rumah: mendukung
untuk kesembuhan pasien lantai tidak licin/luas, tidak ada anak tangga
3) Pemeriksaan Spesifik
Pemeriksana spesifik
ini dilakukan guna mendukung dalam menegakkan
diagnosis dan sebagai bahan pertimbangan untuk
menentukan modalitas fisioterapi yang tepat. Pada kasus Osteoarthritis
sendi lutut ini, pemeriksaan yang dilakukan meliputi:
· Tes pengukuran nyeri dengan VAS (Visual Analogue Scale)
Yaitu pemgukuran
derajat nyeri dengan menunjukkan titik pada
garis skala nyeri (0-10 cm) salah
satu titik ujung tidak nyeri dan ujung yang lain
menunjukkan nyeri yang hebat. Panjang garis mulai dari
titik tidak nyeri sampai titik yang
ditunjuk pasien menunjukkan besarnya nyeri.
Pasien diberi penjelasan, kemudian pasien diminta
untuk menunjukkan letak derajat nyerinya. Sedangkan hasil yang
didapat pada kasus ini. Knee dextra : nyeri diam (0), nyeri gerak (0), nyeri tekan
(0), Knee dextra: nyeri diam (3), nyeri gerak (4), nyeri tekan (3).
· Tes gerak sendi (LGS)
Pengukuran Lingkup
Gerak Sendi bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya keterbatasan sendi lutut. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan menggunakan alat Goniometer dan dapat
diukur
pada gerak aktif
maupun pasif serta mengacu pada kriteria ISOM
dimana LGS sendi knee dextra pada kasus ini: (aktif) S: 0 – 0 – 120o (pasif) S:
0 – 0 – 140o knee sinistra (aktif) S: 0 – 0 – 130
(pasif) S: 0 – 0 – 140.
· Antropometri
Pengukuran ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya bengkak
atau atropi. Patokan pengukuran yang
digunakan pada daerah knee yaitu: Tuberositas
tibia dengan alat ukur mid line, didapatkan
hasil.
· Pemeriksaan fungsi dasar
Untuk menilai
kemampuanbangkit dari posisi duduk, berjalan
(15m) dan naik turun tang, dapat
digunakan indeks status fungsional jette (modifikasi fisher) (Jette
AM, 1980). Indeks ini pertama kali digunakan
dalam the pilot geriatric Arthritis Program,
Wilconsin Usit tahun 1977 berdasarkan indeks
ini, status fungsional mempunyai 3 dimensi
yang saling berkaitan yaitu : (1) Nyeri,
derajat nyeri saat melakukan aktivitas terdiri dari 1
= tidak nyeri, 2 = Nyeri, 3 = Nyeri sedang, 4 = Sangat nyeri. (2)
Kesulitan, derajat kesukaran untuk melakukan
aktifitas terdiri dari 1 = Sangat mudah, 2 = Agak
mudah, 3 = Tidak mudah tetapi tidak sulit, 4 = Agak sulit, 5
= Sangat sulit. (3) Ketergantungan, derajat ketergantungan
seseorang untuk melakukan aktivitas terdiri
dari 1 = Tanpa bantuan,
2 = Butuh bantuan alat, 3 =
Butuh bantuan orang, 4 = Butuh bantuan alat dan orang, 5 = Tidak dapat
melakukan aktifitas (Parjoto, 2000).
· Tes stabilitas sendi lutut
1) Tes laci sorong (anterior /
posterior)
Posisi pasien berbaring, terlentang
di atas bed, satu lutut pasien ditekuk dan lutut yang kiri tetap lurus. Posisi
pemeriksa duduk di pinggir bed, sambil
menekan kaki pasien, dimana yang lututnya
tadi ditekuk. Kedua tangan pemeriksa memberikan
tarikan kearah anterior/posterior. Pemeriksaan ini
untuk mengetahui stabilitas ligamentum cruiatum
anterior/ posterior. Dalam kasus ini tes lari serong
depan dan belakang hasilnya negatif (Tajuid, 2000).
2) Tes hipermobilitas
valgus/varus
Posisi pasien
berbaring telentang diatas bed, satu tungkai terjuntai
kebawah bed, posisi tangan terapis disamping pasien yang
terjuntai, tangan yang lain berada diatas
kaki pasien, gerakan kearah Valgus/Varus.
Pemeriksaan ini untuk mengetahui stabilitas
ligament collateral lateral/medial. Dalam kasus ini tes
hipermobilitas valgus positif dan varus
negatif (de Wolf, 1994).
3) Tes hiperekstensi
Pasien berbaring diatas
bed dengan kaki dalam posisi lurus, lutut
diganjal, sedangkan kaki diangkat. Dengan membandingkan
jarak antara tumit kaki kiri kanan bed, adanya perbedaan dalam
hiperekstensi bisa ditunjukkan pada tes ini
didapat hasil negatif (de Wolf, 1994).
4) Tes gravity sign
Pasien berada dalam posisi
berbaring telentang diminta agar kedua kakinya
diangkat sehingga lutut dan pangkal pahanya membuat
sudut 90 derajat, kedua tumitnya diletakkan di atas tangan pemeriksa.
Pemeriksa mengamati kedua tibia dan menilai apakah
tuberositas tibia yang satu letaknya mungkin
lebih rendah dari pada yang lainnya.
Perbedaan akan tampak lebih jelas bila pasien diminta agar menekan
tangan pemeriksa dengan kedua tumitnya, (menegangkan
hamstring) (de Wolf, 1994). Hasil pemeriksaan
gravity sign pada kasus ini adalah negatif.
5) Tes Apley
Pasien berbaring terlungkup dengan
lutut ditekuk dalam sudut 90 derajat, terapis memutar
kaki bawah kesana kemari, bersamaan dengan
itu diberikan tekanan kearah Vertikal. Apabila
terjadi “click” yang disertai rasa sakit
merupakan petunjuk adanya luka meniscus (de
Wolf, 1994). Hasil pemeriksaan Apley pada kasus ini adalah
negatif.
6) Periksaan kekuatan otot
Untuk mengetahui
kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan
Manual Muscle Testing (MMT). Otot yang diperiksa
yaitu : otot fleksor dan ekstensor lutut kiri dan kanan di
dapatkan hasil
b. Diagnosa dan Problematika
Fisioterapi
Diagnosa fisioterapi merupakan upaya
menegakkan masalah aktivitas gerak dan fungsi
berdasarkan pernyataan yang logis dan dapat
dilayani fisioterapi. Adapun tujuan dan diagnosis
fisioterapi adalah untuk mengetahui permasalahan
fisioterapi yang dihadapi oleh penderita serta
untuk menentukan layanan fisioterapi yang
tepat. Hasil pemeriksaan fisioterapi yang telah
dilaksanakan pada penderita osteoarthritis lutut
ini didapatkan permasalahan fisioterapi sebagai berikut: Kapasitas fisik
yang terdiri dari :
1) Adanya nyeri diam pada
lutut kanannya
2) Adanya nyeri tekan pada
lutut kiri bagian lateral.
3) Adanya nyeri gerak pada
lutut kanan.
4) Adanya oedema pada lutut
kanan
5) Adanya penurunan kekuatan
otot.
Kapasitas fungsional terdiri dari:
1) Adanya gangguan bangkit
dari posisi duduk
2) Adanya gangguan turun
tangga
3) Adanya gangguan berdiri
lama dan berjalan jauh
4) Adanya gangguan sholat saat
duduk diantara dua sujud
c. Tujuan Fisioterapi
Tujuan fisioterapi dapat
dibedakan antara tujuan jangka pendek dan tujuan jangka
panjang.
Tujuan jangka pendek meliputi : (1)
Mengurangi nyeri diam, gerak, tekan, (2) Menambah Gerak
lingkup sendi, (3) Mengurangi oedema, dan (4)
Meningkatkan kekuatan otot. Tujuan jangka panjang
meliputi : (1) Mencegah terjadinya komplikasi,
(2) Meningkatkan kemampuan fungsional pasien
secara optimal terutama aktifitas jongkok, berdiri, berjalan, naik turun
tangga.
d. Pelaksanaan
Fisioterapi
Dalam kondisi ini Fisioterapi
yang dilaksanakan fisioterapis adalah SWD, US, dan
Terapi Latihan (TL). Selanjutnya pelaksanaan
fisioterapi pada kondisi Osteoarthritis Knee dextra.
4.2 Pembahasan
A. Pelaksanaan Fisioterapi
1) SWD
Persiapan alat :
glass electroda, handuk, lampu detektro, tabung
reaksi. Mesin dipanasi terlebih dahulu selama 5 menit.
Mesin dihidupkan dan intensitas dinaikkan
pelan-pelan, kemudian di tes dengan lampu
detektro. Bila lampu menyala berarti mesin siap untuk
digunakan. Persiapan pasien : Sebelum terapi pasien
dites sensasi panas dingin dengan tabung reaksi. Pasien duduk di atas kursi dan
kedua kaki di atas stall kecil. Kemudian lutut kanan dibebaskan dari pakaian
dan ditutup engan
handuk. Pasien terlebih dahulu
diberi penjelasna tentang terapi yang akan dilakukan dan rasa yang
dirasakan hangat bukan panas. Bila pasien
merasa terlalu panas atau tidak nyaman,
pasien diminta untuk memberi tahu terapis. Oleh karena itu pasien harus selalu
dipantau. Pelaksanaan terapi : Setelah persiapan
alat dan pasien selesai. Glass electroda dipasang
pada lutut kanan dengan metode kontra plantar. Arus kontinyu,
atur waktu terapi 15 menit, kemudian intensitas
dinaikkan pelan-pelan sampai pasien merasa cukup
panas dengan intensitas 40 MA. Setelah
waktu terapi selesai, intensitas dinolkan dan
dilakukan evaluasi sesaat, pasien ditanya merasa
pusing atau tidak dan rasanya lebih enakan?
2) US
Persiapan alat :
US disiapkan dites terapi, siapkan gel,
kapas, alkohol.
Persiapan pasien :
Pasien dalam posisi yang nyaman senyaman
mungkin yaitu
dengan posisi tidur terlentang. Daerah yang
akan diterapi bebas dari pakaian dan diberi gel dan
diratakan dengan tranduser.
Pelaksanaan terapi :
Setelah persiapan alat dan pasien selesai, mesin
dihidupkan, atur waktu terapi ± 6 menit.
Intensitas dinaikkan pelan-pelan sampai 1
watt/cm2 sambil tranduser digerakkan secara
dinamis dengan luar tranduser (Era) 3
cm2Setelah waktu habis intensitas diturunkan
kembali. Mesin dimatikan, tranduser diangkat dari
daerah yang diterapi dan dibersihkan, dan juga
daerah yang diterapi juga dibersihkan.
3) Terapi latihan
a) Latihan gerak pasif pada
sendi lutut kanan
Posisi pasien
tidur tengkurap, terapis berada di samping
pasien, tangan terapis memegang pada daerah
gluteal dan 1/3 distal tungkai kanan. Kemudian
terapis menggerakkan tungkai ke arah fleksi,
ekstensi. Pada akhir diberi sedikit
tekanan. Gerakan ini dilakukan 5 kali.
b) Latihan gerak aktif pada
sendi lutut kanan
(1) Free active exercise
Posisi pasien
tidur tengkurap, pasien diminta melakukan gerakan
fleksi dan ekstensi sendi lutut secara aktif dan mandiri. Latihan ini dilakukan
8 x 2 hitungan.
(2) Resisted active exercise
Posisi pasien duduk di kursi (duduk
ongkang-ongkang), terapis berada di samping lutut
pasien yang akan diperiksa dengan duduk di stail pasien
diminta untuk menggerakkan lutut ke arah fleksi dan ekstensi
secara bergantian dan terapis memberi tahanan
ke arah berlawanan. Pada saat gerakan
fleksi lutut diluruskan secara perlahan-lahan dan
saat gerakan ekstensi diturunkan secara
perlahan-lahan. Latihan ini dilakukan 8x2 hitungan.
B. Evaluasi
1) Nyeri dengan VDS
2) Kekuatan otot dengan MMT
3)
LGS dengan goniometri
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Osteoartritis merupakan
penyakit degenerasi yang mengenai cartilago
(tulang rawan
sendi) dimana hal ini mengganggu anktivitas
sehar-hari terutama bila mengenai sendi lutut. Setelah
penulis menguraikan bab-bab terdahulu mengenai
osteoartritis sendi lutut dan penerapannya dengan
SWD (Short Wave Diathermy), US (Ultrasonic)
dan terapi latihan sebagai modalitas
fisioterapi terpilih ternyata osteoartritis merupakan
penyakit yang perlu perhatian khusus dan
tidak bisa dianggap ringan, karena bila penyakit
ini tidak didapatkan terapi secara intensif maka
akan memperberat keadaan sendi itu sendiri
dimana sendi mengalami kemunduran fungsinya sehingga dapat
mengakibatkan kecatatan dan mengganggu aktivitas pasien.
5.2 Saran
Mengingat bahwa osteoartritis
merupakan penyakit degenarasi yang
biasanya dijumpai
terutama pada orang-orang di atas umur
40 tahun, maka hendaknya penanganan atau pencegahan harus dilakukan
sejak dini. Saran yang dapat penulis kemukakan disini adalah sebagai berikut:
(1) Saran bagi pasien, agar bisa
lebih hati-hati dalam beraktifitas khususnya yang
banyak menggunakan sendi lutut, pasien
disuruh memakai decker terutama pada saat beraktifitas bila terasa
nyeri sebaiknya di kompres dengan air hangat selain menjalani
terapi yang teratur, latihan di rumah juga lebih
baik dalam menentukan keberhasilan pasien
dan kesabarannya juga diperlukan untuk mendapatkan hasil dari
pasien yang diinginkan. (2) Kepada masyarakat,
hendaknya tetap menjaga kesehatan dan kebugaran
melalui aktifitas yang seimbang dan apabila
merasakan nyeri yang berkelanjutan pada sendi
dengan disertai atau tanpa adanya rasa
kaku, hendaknya segera diperiksakan ke dokter atau tim medis lain. (3) Kepada
pemerintah, kami menghimbau agar pelayanan
fisioterapi pada tingkat pusat pelayanan
masyarakat ditingkat bawah lebih ditingkat kan,
sehingga masyarakat dapat memperleh pelayanan
fisioterapi dengan peralatan yang memadai. Akhirnya, walaupun penyakit
osteoartritis ini bersifat progrsif seiring dengan usia dan
tidak dapat dihambat, namum demikian upaya tim
medis dalam hal ini fisioterapis sedapat mungkin pasien mempertahankan
kualitas hidup pasien dengan tetap melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa ketergantungan dari orang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Apley (1997). Dalam Kumpulan
Makalah pada Kondisi Osteoarthritis: RS. Prof
Dr. Soeharso Surakarta, halaman
1.
Aswin, S. (1989).
Struktur Sendi dan Patofisiologi. PT.
Penebar Swadaya.
Jakarta.
Basmajian, J.V., (1998).
Therapeutic Exercise. Third Edition, William & Wilkins,
Sidney.
Carter, M., (1995).
Osteoarthritis (Penyakit Sendi Degeneratif). Dalam A Price
and M. Wilson Lorrine. Fisiologi
Proses-proses Penyakit, Edisi 4, Penerbit
Buku Kedokteran EGC Jakarta.
hallo kak , perkenalkan nama saya angginovella , saya fisoterapi dari institut medistra lubuk pakam , saya kesulitan dalam belajar membuat proposal , saya boleh nggak bertanya2 lebih dalam sama kakak ? kalau boleh tolong konfirmasi nya ya kak ke email saya :) bugis227@gmail.com NO hp saya kak 082168391356 atau DM saya melalui ig kak : angginovelaa . mohon balasan nya ya kak :)
BalasHapusKade Casino, Resort & Spa – Bangalore | Get online casino
BalasHapusKade Casino, Resort & Spa. With 545 온카지노 rooms, the perfect venue for exploring India, the best 인카지노 online casino games, 제왕카지노 entertainment, and gaming